GALAU adalah kata yang sangat popular akhir-akhir ini terutama
dikalangan muda generasi bangsa. Semua telah terjangkiti sebuah kata
yang menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan,
serta kesedihan pada jiwanya. Herannya banyak orang yang bangga
mengatakan dirinya sedang galau. Entah itu pejabat, pegawai, buruh,
pengangguran, kaya, miskin, tua, muda, pelajar ataupun santri telah
latah mengkampanyekan ‘galau’ di negeri kita ini.
Keresahan akan
senantiasa menghantui hidup manusia apabila pikirannya dibiarkan
terombang-ambing oleh permasalahan hidup. Apalagi keyakinannya pada
keberadaan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai penolong masih terjebak
dalam ritual adat-istiadat semata, sehingga berhala menjadi tempat
pengaduannya. Fenomena tersebut begitu jelas di depan mata kita dan
terjadi pada sebagian besar umat Islam. Kesibukkan dan rutinitas
menjebak mereka yang merasa ‘galau’ untuk mengambil langkah pragmatis
dalam penyelesaian problema hidup.
Pada dasarnya, manusia adalah
sosok makhluk yang lemah dan bergelimang dosa. Wajar jika disebut
sebagai makhluk yang paling sering dilanda kecemasan, apalagi ketika
dihadapkan pada permasalahan hidup. Inilah fitrah bagi setiap insan yang
memiliki akal pikiran dan tidak perlu dirisaukan karena Allah Subhanahu
Wata’ala telah menyiapkan penawarnya. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu Wata’ala di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat ke 28
yang artinya :
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi
tenteram.”
Orang yang senantiasa mengingat Allah Subhanahu Wata’ala
Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakannya, tentu akan memiliki dorongan
positif pada diri dan jiwanya. Karena dengan mengingat Allah Subhanahu
Wata’ala dalam menghadapi segala persoalan, dijamin pikirannya akan
cerah dan bijak serta jiwanya diselimuti ketenangan akan datangnya
bantuan Allah Subhanahu Wata’ala. Dan sudah merupakan janji Allah
Subhanahu Wata’ala Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka
didalam hatinya pastilah terisi dengan ketentraman-ketentraman yang
tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.
Logikanya,
jika pejabat ingat pada Allah Subhanahu Wata’ala maka dia akan merasa
diawasi oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam menjalankan amanahnya. Dan
dengan demikian, peluang berbuat curang apalagi sampai menilap hak
rakyat dapat terminimalisir. Begitu juga remaja dan pemuda yang
senantiasa menjalin kedekatan dengan Allah Subhanahu Wata’ala, maka
kehidupannya memiliki arah pasti yang jauh dari pengaruh bisikan
hedonis. Ditambah lagi rakyat secara keseluruhan menghidupkan
nilai-nilai ke-Tuhan-an dalam aktivitasnya setiap saat, maka aroma
religious akan mampu memberikan kedamaian pada jiwa-jiwa manusia.
Terkhusus
umat Islam, jika benar-benar menjalankan dan mengindahkan semua
syari’at yang telah dibawa Rasulullah, sudah barang tentu kejayaan umat
peradaban akan kembali mewarnai dunia ini. Sejarah peradaban Islam telah
membuktikan bahwa tidak ada istilah ‘galau’ pada umat manusia ketika
aturan-aturan Allah Subhanahu Wata’ala ditegakkan di atas bumi ini.
Artinya, Islam adalah ajaran yang menentang ‘galau’ karena syari’at
Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
Ayat-ayat penawar galau
Ayat
pertama, berserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita sangat dituntut
untuk memiliki semangat bekerja keras, namun apapun hasilnya harus
diserahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana telah berfirman
Allah Subhanahu Wata’ala yang artinya:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah
hendaknya kamu berharap.“ (QS: al Insyirah: 7-8).
Dengan berserah
kepada Allah Subhanahu Wata’ala, kita akan melakukan apapun dengan
ketenangan dan kenyamanan bathin karena ada jaminan Allah Subhanahu
Wata’ala yang senantiasa memelihara ciptaan-Nya. Allah Subhanahu
Wata’ala berfirman:
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ
أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. Ath-Thalaaq : 3).
Ayat kedua, bersabar karena Allah
Subhanahu Wata’ala. Bersabar disini bukan berarti menunggu dan pasrah
begitu saja, sabar dalam artian menerima takdir Allah Subhanahu Wata’ala
sebagai yang terbaik dan senantiasa mempersiapkan diri untuk melakukan
yang terbaik pula. Allah Subhanahu Wata’ala menegaskan di dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, supaya kamu beruntung.”
Dan
sesungguhnya dengan bersabar Allah Subhanahu Wata’ala sedang menyertai
kita. Bukankah suatu kemuliaan bagi manusia jika sang Maha Pencipta sudi
menyertai hidupnya? Inilah janji Allah Subhanahu Wata’ala Allah
Subhanahu Wata’ala Ta’ala dalam firman-Nya;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٣
“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah:153).
Ayat
ketiga, berteguh hati dan fikiran. Flash-back terkait makna ‘galau’
jika dipahami keresahan hati, maka kita sebagai umat Islam harus
memiliki keteguhan hati dan fikiran bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah
mengatur semesta alam ini. Jadi, tidak ada lagi kebimbangan mau jadi
apa dan kemana masa depan kita, yang penting lakukanlah apa yang terbaik
yang dapat dilakukan. Berikut Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَقُلِ
اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم
بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka
Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah
Subhanahu Wata’ala) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
At-Taubah : 105)
Ayat keempat, sedih dilarang Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebagai
umat Islam, kita harus merasa beruntung dalam berbagai hal kehidupan.
Karena Islam telah merangkum aturan hidup manusia hingga akhir zaman,
dan tidak sepatutnya seorang hamba Allah Subhanahu Wata’ala bersedih
kecuali sedih karena dosanya. Allah Subhanahu Wata’ala memotivasi kita
dalam firman-Nya;
لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama kami.” (QS. At Taubah: 40)
Ayat kelima, menghadap Allah Subhanahu Wata’ala.
Adukanlah
semua permasalahan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena pasti Allah
Subhanahu Wata’ala mempunyai semua solusinya. Sangat wajar jika kita
menemui masalah dalam menjalani kehidupan ini, namun jangan pernah
mundur atau takluk pada permaslahan itu. Allah Subhanahu Wata’ala sudah
mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal
17 kali dalam sehari:
يَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah 5)
Dan
masih banyak lagi ayat-ayat dari Allah Subhanahu Wata’ala yang
mendorong umat Islam untuk tidak menjadi bagian dari orang yang
mengkampanyekan ‘galau’, karena dengan berkoar-koar dirinya dalam
ke-galau-an maka dia telah menurunkan derajatnya menjadi manusia yang
tidak bersyukur dan enggan berfikir.
Kesimpulannya, umat Islam
dilarang mengatakan ‘galau’ jika itu berimbas pada perilakunya yang
kemudian menduakan Allah Subhanahu Wata’ala. Al-Quran dan As-Sunnah
telah disempurnakan dalam merangkum aturan hidup manusia, sehingga tiada
lagi problematika hidup jika kita bersandar pada sang pencipta
kehidupan. Dan Islam pernah membuktikan dalam berabad-abad lamanya,
yakni mampu memakmurkan kehidupan makhluk di jagat raya ini.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِي
“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS . Al-Anbiya’ : 107).