At First We Make Habits, At Last Habits Make US

Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesekali sediakanlah waktu untuk meneliti kata-kata yang keluar dari lisan kita, atau reaksi-reaksi kita menyikapi segala permasalahan hidup yang berkunjung. Bersyukurlah bila engkau selalu mengucapkan kata-kata atau bertindak positif. Itu adalah sebuah langkah maju, sehingga kau layak menjadi orang yang berhasil dan bermanfaat.
Ha-hal kecil seringkali tidak kita perhatikan, tapi sesungguhnya menyimpan kekuatan yang dahsyat. Misalnya kata “dahsyat” itu sendiri. Bila kita sering menggunakannya dalam percakapan sehari-hari, insya Allah, hal-hal dahsyat akan mendatangi kita. TDW (Tung Desem Waringin) menceritakan pengalamannya dalam 24 Prinsip Milyander yang Mencerahkan. Waktu itu TDW bekerja di sebuah bank yang sedang mengalami penarikan besar-besaran dari nasabah atau yang kita kenal dengan rush. Kepala devisi di kantor pusat menelpon dan bertanya:  “Tung  apa  kabar  Bank  disini?” Apa jawaban TDW?  “Dahsyat  Pak!”
Coba engkau perhatikan dialog selanjutnya.
Kepala  divisi    :  “Apa Tung?”
TDW               : ” Dahsyat Pak!”
Kepala divisi     : “Apa…? “
TDW               : “Dahsyat Pak”
Kepala divisi     : “Apa..?? “
TDW               : “Dahsyat  Pak”
Kepala divisi     : “Tung dalam kondisi gini kok kamu ngomong dahsyat? Yang  dahsyat  itu apanya?
TDW               : “Lho pak, saya kan hanya menggunakan kata-kata untuk membuat saya semangat dan anak buah saya menjadi  lebih semangat. Saya  tahu kondisinya tidak baik. Tapi saya janji akan buat menjadi dahsyat”.
Kepala divisi     : “Tung, kamu tidak bisa ngomong seperti itu.”
TDW               : “Lah tapi itu pak adalah janji saya untuk menjadi lebih dahsyat, karena saya terpacu untuk mebuktikan kata – kata saya menjadi lebih Dahsyat. Itu harus terbukti “
Apa yang terjadi selanjutnya? Bank yang digawangi TDW menjadi yang pertama pulih. Pak TDW pun berani menelpon Kepala Devisinya dan berkata: “Pak, sudah pulih 100%, padahal seluruh Indonesia masih turun.”
Masih berdasar pengalamannya, TDW mengatakan bahwa kata-kata ‘dahsyat” membuatnya lebih semangat, dan secara struktur molekul membuat kita bergetar dan menjadi lebih baik.
Sungguh cerita semacam ini bukan bualan kosong. Kata-kata atau perilaku-perilaku sederhana kita sesungguhnya sangat berpengaruh pada keberhasilan atau kegagalan diri.
Yusabbihu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardr, kata Allah. Bertasbih semua yang di langit dan di bumi. Dalam hal ini tidak dikatakan bahwa yang bertasbih itu tidak hanya apa yang kita sebut sebagai makhluk hidup, tapi semua-muanya, termasuk kursi yang kita duduki, keypad HP yang kita pencet-pencet setiap saat, nasi yang kita makan, udara yang kita hirup, bahkan keringat menderas dari pori-pori kita ketiga berolah raga. Semua-muanya bertasbih memuji Allah. Subhanallah.
Dengan demikian kita bisa menerima logika Matsaru Emoto yang mengatakan bahwa semua benda memiliki hado, semacam jiwa yang dapat merespon lingkungan sekitarnya. Ketika air selalu diberi kata-kata positif misalnya, ia pun akan merespon positif. Maka jangan heran bila ada orang yang dapat menyembuhkan penyakit hanya dengan memberikan segelas air putih yang telah dibacakan ayat-ayat al-Qur’an. It’s not imposible thing.
Percaya atau tidak, bahkan ketika saya menuliskan kalimat-kalimat ini, saya menjadi semangat dan merasakan energi untuk berprestasi yang meluap-luap. Dahsyat!
Sesiangan tadi saya cukup banyak pekerjaan, dan saat ini jam setengah sebelas malam. Begitu pun saya tetap semangat untuk menulis dan setelah ini masih berrencana untuk membaca buku. Nikmat sekali. Secara otomatis saya telah termotivasi dan kondisi fisik yang sesungguhnya (maaf harus saya katakan) lelah, bisa teratasi.
Barangkali sebab inilah berlaku bagi manusia amal dan dosa jariyah, seperti ketika orang menetapkan sunnah-hasanah atau sebaliknya, sunnah-syayyi’ah. Setiap kebaikan atau keburukan yang kita perbuat, meski setitik akan memberikan efek senada. Maka, seberat dzarrah pun ada hitungan-hitungan tersendiri di hadapan Allah, takkan sedikit pun terlewat.
Karena itu, mari kita budayakan untuk mengumpulkan dzarrah-dzarrah kebaikan. Mulai dari cara kita bicara, cara berjalan, cara berdandan, cara memandang orang, cara bersalaman, cara duduk dan banyak lagi. Boleh kau simak kembali bagaimana tauladan kita, Rasulullah bersikap. Silahkan baca kembali hadits riwayat Termidzi di awal perbincangan kita dalam buku ini tentang keadaan Rasulullah saat berkata, diam dan seterusnya. Semua-muanya mempesona.
Sebagai insan yang mencintai beliau Rasulullah Saw., juga sebagai hamba Allah yang mengingini Ridha-Nya, kita harus membiasakan kebaikan menyelimuti lingkungan dan diri sendiri. Dan tidak sekedar kebaikan, tapi kebaikan yang terbaik. Ketika bersalaman, ada cara yang terbaik. Kita memandang ke wajah dan memberikan senyum pada orang lawan bersalaman. Kita genggam tangannya dengan erat – tentu jangan sampai menyakiti – dan tidak melepaskan sampai terasa lawan bersalaman kita mau melepaskan genggamannya.
Ketika tersenyum, kita juga sudah sering mendengar bagaimana senyuman terbaik berdasar berbagai penelitian. Kita tarik bibir dua centi ke kanan dan ke kiri, menahannya selaman kurang lebih tujuh detik. Kita berikan senyuman kita dengan tulus, hingga timbul sedikit kerutan dekat sudut-sudut luar mata kita sebagai salah satu tandanya.
Ketika tidur, Rasulullah juga telah mencontohkan bagaimana posisi tidur terbaik, engkau pasti sudah tahu seperti apa. Banyak hal lain, orang-orang abai dan menyepelekan. Padahal, bila hal-hal bagus itu – sesepele apapun kita memandangnya – kita biasakan, akan ada efek positif yang luar biasa. Mula-mula kita membiasakan sesuatu, akhirnya kebiasaan itu membentuk pribadi kita. Mula-mula kita membiasakan kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi karakter kita.
Bila tak sengaja melihat seorang laki-laki, maaf, buang air, berdiri di pinggir jalan raya, lalu menguap dan meludah seenaknya, sementara pada kaki dan tangannya bergambar macam-macam tato, muka gelap dan matanya tajam, maka kita bisa menerka, kira-kira orang macam apa dirinya.
Sebaliknya, bila kita bertemu seseorang di depan masjid, dia memakai pakaian rapi dan berkopyah, ketika mendekat dia tersunyum dan menyalami, begitu ramah, wajah bersih dan seperti bercahaya, lalu dia pun berlalu masih dengan senyum di bibirnya yang mengembang, kita juga bisa mengira-ira, orang macam apa dirinya.
Kecuali dua orang yang kita temui tadi sedang berpura-pura, atau ternyata seorang intel yang sedang menjalankan tugas rahasia, maka tebakan kita tetang dua orang tadi insya Allah mendekati kebenaran. Nah, orang lain juga dapat menilai diri kita, dari sikap keseharian. Tidakkah kita ingin orang memandang memposisikan kita sebagai orang  yang baik dan shalih? Ah, lebih baik lagi jika kita benar-benar orang baik dan shalih.
Tentu kita bisa menjadi orang baik dan shalih, bila kita membiasakan diri. Sekali lagi, mulai dari hal-hal yang kadang kita anggap sepele. Bila kita berbuat kebaikan, insya Allah, energi positifnya akan menyebar ke tubuh, otak dan hati kita, sehingga selalu terdorong untuk berbuat baik. Selanjutnya, orang-orang di sekitar kita pun bersikap positif. Dan betapa banyak kebaikan yang akan tercipta bila orang-orang di sekitar kita itu juga menyebarkan energi positif masing-masing. Subhanallah, dunia akan penuh gairah positif. Baik kawan, BE POSITIVE!