(Tidaklah
mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik tafsir-nya) (al-Furqan [25]:33).
Maksudnya:
setiap kali mereka datang kepada nabi Muhammad s.a.w membawa suatu hal
yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang
benar dan nyata. Dalam al-Qur`an dinyatakan:
”Suatu
ilmu yg di dalamnya dibahas tentang cara-cara menyebut lafal Al Qur-an,
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik secara ifrat, maupun secara
tarkib dan makna-maknanya yg ditampung oleh tarkib dan yg selain itu,
seperti mengetahui nasakh, sebab nuzul, dan sesuatu yg menjelaskan
pengertian seperti kisah dan matsal (perumpamaan).”
Dalam pengertian istilah ahli tafsir, ada beberapa macam maknanya:
Ø Golongan mutaqoddimin memaknakan ta`wil dengan tafsir,
Ø Mujahid berkata : ”Bahwasanya para ulama mengetahui ta`wil Al Qur-an, yakni tafsirnya. Ibnu Jarir pun mempergunakan kata ta`wil dalam arti tafsir.
Ø Sebagian
lagi berpendapat lain bahwa tafsir berbeda dari ta`wil dalam segi umum
dan khusus saja. Tafsir lebih umum daripada ta`wil. Dimaksud dengan
ta`wil ialah menerangkan kehendak lafal atau petunjuk lafal kepada yg
tidak segera ditanggapi.
Ø Tafsir
ialah menetapkan dgn penuh keyakinan, bahwasanya demikianlah kehendak
Allah, sedangkan ta`wil mentarjihkan salah satu makna yg mungkin
diterima oleh lafal, tanpa meyakini bahwa itulah yg dimaksudkan.
Demikian pendapat Al Maturidy.
Ø Tafsir
ialah menetapkan dgn penuh keyakinan, bahwasanya demikianlah kehendak
Allah, sedangkan ta`wil mentarjihkan salah satu makna yg mungkin
diterima oleh lafal, tanpa meyakini bahwa itulah yg dimaksudkan.
Demikian pendapat Al Maturidy.
Ø Ada yg mengatakan tafsir ialah menerangkan arti lafadz dengan jalan riwayat, sedangkan ta`wil menerangkan arti lafadz dengan jalan dirayat.
Ø Atau tafsir ialah menerangkan makna-makan yang diperolehdengan jalan isyarat.
Ø Atau tafsir ialah menerangkan makna-makan yang diperolehdengan jalan isyarat.
Ø Makna inilah yang terkenal dalam kalangan mutaakhkhirin, seperti yang diterangkan oleh al-Alusyi dalam Tafsir Ruhul Ma`ani.
Ø Atau tafsir ialah menerangkan makna-makan yang diperolehdengan jalan isyarat.
Ø Perlu
ditandaskan bahwa pengertian ta`wil, menurut istilah mufassirin, adalah
supaya tidak mencakup pengertian ta`wil menurut istilah mutakallimin.
Menurut mereka, ta`wil bermakna: ”Memalingkan nash-nash al-Qur`an dan
as-Sunnah yang mutasyabbihah, dari maknanya yang dhahir, kepda
makna-makna yang sesuai dengan kesucian Allah dari menyerupai makhluq,
yang berlainan dengan makna yang diberikan oleh ulama-ulama salaf, yaitu
menyerahkan pengertian-pengertian nash itu, kepada Allah sendiri tanpa
menentukan sesuatu makna”.
I. Tafsir Tahlili
Tafsir Tahlili
adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelasakan kandungan
ayat-ayat al-Qur`an dari berbagai aspeknya dengan memperhatikan runtunan
ayat-ayat al-Qur`an yang tercantum di dalam mushaf, (Shadr,
1980:10) atau suatu metode penafsiran al-Qur`an dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu
serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat tersebut
(al-Farmawi, 1977:24).
Dalam metode ini, segala sesuatu yang di anggap perlu oleh seorang mufassir tahlili diuraikan, baik bermula dari penjelasan makna lafadz-lafadz tertentu, ayat per-ayat, surat per-surat, susunan kalimat, persesuaian kalimat yang satu dengan yang lain, Asbab al-Nuzul, hadits yang berkenaan dengan ayat-ayat yang ditafsirkan dan lain-lain.
Ciri-ciri
Penafsiran yang mengikuti metode ini bisa mengambil bentuk ma`tsur (riwayat) atau ra`yi (pemikiran). Dalam penafsiran tersebut, al-Qur`an ditafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat
secara berurutan, serta tak ketinggalan menerangkan Asbab An-Nuzul dari
ayat-ayat yg ditafsirkan. Kemudian diungkapkan pula
penafsiran-penafsiran yg pernah diberikan oleh Nabi SAW, Sahabat,
Tabi^in, Tabi Tabi^in, dan para ahli tafsir lainnya dari berbagai
disiplin ilmu, seperti teologi, fiqih, bahasa, sastra, dsb. Selain itu juga dijelaskan Munasabah antara ayat yg satu dengan yg lainnya.
Ciri
lain dari metode ini, penafsirannya diwarnai oleh kecenderungan dan
keahlian mufassirnya sepert fiqih, sufi, falsafi, ilmi, adabi ijtimai,
dan lain-lain.
ÎI. Tafsir Ijmali
Tafsir
Ijmali adalah menafsirkan Al-Qur an dengan cara menjelaskan maksud Al
Qur an secar global, tidak terperinci sepert tafsir tahlili, (Hidayat,
1996: 191) atau menjelaskan ayat-ayat Al Qur-an secara ringkas tapi
mencakup dgn bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca.
Sistematika tulisannya menurut susunan ayat-ayat yg terdapat dalam
mushaf. Selain itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al
Qur-an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih mendengarkan
Al Qur-an padahal yg didengarnya adalah tafsirannya.
Tafsir
dengan metode ini ditetapkan secara khusus bagi orang awam agar mudah
memahami maksud yyg terkandung dalam Al Qur-an. Karena dgn metode tafsir
ijmali, seorang mufassir berbicara kepada pembacanya dgn cara yang
termudah, singkat, tidak berbelit-belit yg dapat menjelaskan arti ayat
sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal lain dari arti yg dikehendaki,
dgm target pihaj pembaca memahami kandungan pokok Al Qur-an.
Ciri-ciri:
Penafsiran
yg dilakukan terhadap ayat-ayat Al Qur-an, ayat demi ayat, surat demi
surat, sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Dan kadangkala mufassir
menafsirkan Al Qur-an dgn lafazh Al Qur-an, sehingga pembaca merasa
bahwa uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al Qur-an dgn
penyajiannya yg mudah dan indah. Metode tafsir Ijmali ini hampir sama
dengan metode tafsir Tahlili, tetapi penafsirannya tidak secara
terperinci seperti tafsir Tahlili, hanya secara ringkas dan umum.
III. Tafsir Muqoron
Pengertian
metode tafsir Muqoron adalah: 1) membangdingkan teks (nash) ayat-ayat
Al Qur-an yg memiliki kesamaan redaksi dalam 2 kasus lebih, dan atau
memiliki berbeda bagi satu kasus yg sama; 2) membandingkan ayat Al
Qur-an dgn hadits yg pada lahirnya bertentangan; dan 3) membandingkan
berbagai pendapat ulama tafsir di dalam menafsirkan Al Qur-an (Baidan
1998: 65)
Definisi
di atas menunjukkan bahwa, penafsiran Al Qur-an dgm metode ini memiliki
cakupan yg amat luas, tidak hanya membandingkan ayat dgn ayat, ayat dgn
hadits, tapi juga membandingkan pendapat para mufassir dalam
menafsirkan ayat.
Ciri-ciri:
Metode
ini mempunyai ciri khas yg dapat membedakannya dari metode lain yaitu
membandingkan pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat dgn
ayat, atau ayat dengan hadits, baik merka termasuk ulama salaf ataupun
ulama hadits yg metode dan kecenderungan merka berbeda-beda, baik
penafsiran merka yg berdasarkan riwayat yg bersumber dari Rosulullah
SAW, Sahabat atau Tabi^in ( tafsir bil ma^tsur) atau
berdasarkan rasio, ijtihad (tafsir bil ra^y) dan mengungkapkan pendapat
mereka serta membandingkan segi-segi dan kecenderungan masing-masing yg
berbeda dalam penafsiran Al Qur-an.
Mufassir
dengan metode ini dituntut mampu nenganalisis pendapat-pendapat para
ulama tafsir yg mereka kemukakan untuk kemudian mengambil sikap untuk
menerima penafsiran yg dinilai benar dan menolak penafsiran yg tidak
dapat diterima oleh rasionya serta menjelaskan kepada pembaca alasan
dari sikap yang diambilnya, sehingga pembaca merasa puas.
IV. Tafsir Maudhu`i
Metode
tafsir Maudhu^i / tematik adalah suatu metode penafsiran Al Qur-an
dimana seorang mufassir mengkaji Al Qur-an sesuai dengan tema atau judul
yang telah ditetapkan dalam Al Qur-an, baik yang berkaitan dengan hal
kehidupan, sosiologi, ataupan kosmologi (Muhaimin, 1994: 120) . Dalam
metode ini, semua ayat yg berkaitan, dihimpun, kemudian dikaji secara
mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yg terkait dengannya, seperti
asbaabun nuzul, kosa kata, dsb. Semuanya dikaji secara rinci dan tuntas,
serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yg dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ciri-ciri:
Sesuai
dengan namanya, maka yg menjadi ciri utama dari metode ini ialah
penonjolan tema, judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah jika
dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal (Baidan, 1998:
152)
Tafsir
Maudhu^i mempunyai dua bentuk kajian yg menjadi ciri utamanya: Pertama,
pembahasan mengenai satusurat secara menyeluruh dan utuh dgn
menjelaskan maksudnya yg bersifat umum dan khusus, menjelaskan korelasi
antara berbagai masalah yg dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam
bentuknya yg betul-betul utuh dan cermat. Kedua, menghimpun
sejumlah ayat dari berbagai surat yg sama-sama membicarakan satu
masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupadan
diletakkan di bawah satu tema bahasan, selanjutnya ditafsirkan secara
Maudhu^i.
Kemudian
untuk cara kerjanya (yg menjadi ciri khas metode ini) Abd al- Farmawi
(1977: 52) merumuskannya sbb: (a) menetapkan masalah/tema yg akan
dibahas; (b) menghimpun ayat-ayat yg berkaitan dgn masalah tersebut; (c)
menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya; (d) memahami
korelasi ayat-ayat tsb dalam suratnya masing-masing; (e) menyusun
pembahasan dalam rangka yg sempurna; (f) melengkapi pembahasan dgn
hadits-hadits yg relevan dgn pokok pembahasan; (g) mempelajari ayat-ayat
tersebut secara keseluruhan dgn jalan menghimpun ayat-ayat yg memiliki
pengertian sama, atau mengkompromasikan antara yang ”amm” dengan yang
’khosh”, yang ”mutlak”, yang ”muqoyyad”, atau yg lahirnya bertentangan,
sehingga kesemuanya bertemu ke dalam satu muara tanpa perbedaan atau
pamaksaan.
Contoh Kitab-kitab tafsir bil-Ma’sur yang terkenal :
1). Tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn Abbas.
2). Tafsir Ibn ’Uyainah.
3). Tafsir Ibn Abi Hatim.
4). Tafsir Abusy Syaikh bin Hibban.
5). Tafsir Ibn ’Atiyah.
6). Tafsir Abuk Lais Samarqandi, Bahrul Ulum.
7). Tafsir Abu Ishaq, al-Kasyfu wal Bayan an Tafsiril Qur-an.
8). Tafsir Ibn Jarir at-Tabari, Jami’ul Bayan fii Tafsiril Qur-an.
9). Tafsir Ibn Abi Syaibah.
10.) Tafsir al-Baghowi, Ma’alimut Tanzil.
11). Tafsir Abil Fida’ al-Hafizh Ibn Katsir, Tafsirul Qur-anul Azhim.
12). Tafsir as-Salabi, al-Jawahirul Hisan fii Tafsiril Qur-an.
13). Tafsir Jalaluddin as-Suyuti, ad-Durrul Mantsur fit Tafsiri bil Ma’sur.
14). Tafsir asy-Syaukani, Fathul Qadir.
Contoh Kitab-kitab Tafsir bir-Ra’yi yang terkenal :
1). Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam.
2). Tafsir Abu ’Ali al-Juba’i.
3). Tafsir ’Abdul Jabbar.
4). Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ’an Haqa’iqi Gawamidit.
5). Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Gaib.
6). Tafsir Ibn Furak.
7). Tafsir an-Nasafi, Madarikul Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil.
8). Tafsir al-Khozin, Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil.
9). Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit.
10). Tafsir al-Baidawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil.
11). Tafsir al-Jalalain; Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti.